Monday, August 29, 2011

Cucu Kesayangan Kakek-III

Sekilas aku melihat kakekku di kursi penonton. Ia sedang berdiri dengan senyum lebar, sehingga aku dapat melihat semua giginya dari tengah lapangan. Ia menganggukan kepalanya kepadaku dengan caranya yang khas, dan aku tau apa yang ia rasakan. Kakekku selalu bangga kepadaku, bahkan meskipun kami tidak menang. Aku sudah bermain sebaik mungkin. Tetapi, ini! Tembakan 3 angka! Siapa yanng menyangka hal ini akan terjadi?

Kakekku meninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya 4 hari kemudiaan. Pada acara pemakaman, aku tidak menangis. Aku tahu bahawa akku sudah menyaksikan keaajaiban yang sejati. Kakekku hidup untuk menyaksikan aku meraih sesuatu yang selama ini aku impikan. Aku yakin kakekku tahu bahwa wakttunya telah usai dan ia tidak takut untuk pergi. Malam ketika ia mendapatkan 'tanda' di saat makan malam bukanlah waktunya. Ia unya urusan yang belum terselesaikan. Ia harus melihatku memenangi pertandingan itu.

Tidak, aku tidak menangis, walaupun saaat ini aku menangis ketika menulis kisah ini 4 4 bulan kemudian. Aku merindukannya. Aku akan selalu merindukannya. Aku tahu, tanpa keraguan sedikit pun, kakek bersamaku, seperti biasanya. Ia akan ada tahun depan, menyorakiku ketika aku bermain untuk tim universitas.

Ada kalanya ketika aku bermain di pertandingan biasa, aku merasakan kehadirannya begitu kuat sehingga, sebelum aku melakukan tembakan, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling lapangan untuk mencari wajahnya.

Tembakan 3 angka itu diarahkan oleh tangan yang tidak terlihat, tangan yang memiliki kekuatan untuk mengadakan keajaiban hanya untuk aku dan kakek, tangan yang tidak menjemputnya pulang sebelum kakek melihatku melakukan sesuatu yang luar biasa, tangan yang sekarang sedang menggenggam kakek. Itu adalah tanga yang penuh kuasa!

Aku jadi penasaran, Tuhan bermain bola basket juga atau tidak ya??

:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-

Cucu Kesayangan Kakek-II

Seminggu sebelum pertandingan akbar itu, kakekku mengalami serangan jantung ringan. Aku sebut 'ringan' karena ia tidak pingasan. Ia sedang makan malam di rumahku dan merasa sedang mengalami masalah pencernaan. Aku berniat membuat lelucon tentang masakan ibuku ketika raut wajah kakek berubah aneh. Ibuku membawanya ke rumah sakit. Jika dipikir-pikir harusnya waktu itu kami memanggl ambulance saja. Itulah yang sebenarnya harus dilakukan. Tapi ia tidak nampak sakit parah dan masih bisa berkomunikasi dengan kami. Ketika ia mengedipkan mata saat aku memakaikan mantelnya, tiba-tiba aku merasa takut. Kakek memelukku dan menenangkan ku. Ia akan segera bertemu denganku.

Ia benar, 3 hari kemudian kakek sudah diperbolehkan keluar rumah sakit. Para dokter berkata bahwa kami sangat beruntung. Itu baru saja gejala, kata mereka. Ia perlu dioperasi untuk membersihkan pembuluh nadi yang tersumbat, dan mereka menjadwalkan operasinya pada hari jumat, setelah pertandinganku. Aku lihat kakekku tidak merasa nyaman. Daftar makanan yang tidak boleh dimakannya karena kandungan garamnya, rata-rata adalah makanan kesukaannya. Ia tahu ia harus mengubah gaya hidup. Aku memberitahunya kalau aku akan menemaninya.

Aku merasa sangat lega ketika diberitahu bahwa ia baik-baik saja. Aku sangat berharap kakek bisa datang untuk menonton pertandinganku. Orangtuaku akan datang, tentu saja, dan juga saudara laki-lakiku. Tapi kakeklah yang selalu membuatku lebih bersemangat dalam bertanding. Dan aku sangat menginginkan kemenangan itu! Ada kalanya muncul ketakutan egois dalam pikiranku bahwa mungkin kakek tidak akan sanggup menonton permainanku. Aku terlalu malu untuk mengakui, tetapi, seperti biasa, ia tahuapa yang aku pikirkan. Ketika pulang, hal pertama yag kakek katakan padaku adalah 'Kamu pasti berpikir kakek akan kehilangan kesempatan untuk menonton pemain basket favorit kakek memenangkan pertandingan, kan?'

Kami bermain dengan bagus. Tim lawan juga bermain sama bagusnya. Pertarungan berlangsung sengit. Waktu tinggal satu menit. Kami tertinggal dua angka. Satu lemparan lagi, doaku dalam hati. Dengan begitu kami bisa mendapatkan waktu tambahan. Ada banyak pergantian selama menit terakhir itu.

Mereka mengendalikan bola dan sedang menghampiri ring kami. Tiba-tiba aku melihat kesempatanku. Aku menangkis bola dari tangan penyerang, tangkisan yang jeli, tanpa pelanggaran! Penjaga lawan mencoba-coba menghalangi ku. Para penonton berdiri sambil menghitung detik-detik yang tersissa. Bola itu berada dalam kendaliku dan aku menatap keranjang yang berjarak setengah lapangan dariku.

Yang terjadi berikutnya tampaknya seperti gerakan lambat. Aku tidak pernah melakukan tembakandari luar dan rasanya mustahil sekali aku dapat melakukan tembakan dari setengah lapangan. Tetapi sesuatu membuatku melempar bola dengan sekuat tenaga. Jika aku g=hidup 100 tahun lagi, aku pasti tidak akan melupakan perasaan ini. Aku dapat merrasakan ketika bola itu terlempar dari tanganku dengan segenap kekuatan yang berasal dari dalam diriku. Aku dapat merasakan ketika bola itu melesat dengan sempurna, menemukan ring tepat pada saat bel berbunyi. Tembakan yang sempurna! Dan 3 angka yang sempurna!

Para penonton berlari turun menghampiri kami, beteriak dan melompat-lompat bahagia. Sseorang memberikan piala kepadaku dan aku mengangkatnya tinggi diatas kepalaku agar semua orang dapat melihatnya. Sekilas aku melihat kakekku di kursi penonton...-Amazing Stories for Teen